Saturday, July 4, 2009

Lagu Malaikat Juga Tahu - "Dewi Lestari"

Lagu ‘Malaikat Juga Tahu”-nya dewi ini punya makna yang mendalam. Sekilas lagu ini memang agak aneh, baik dari liriknya maupun video klipnya. Banyak ketidakmengertian orang-orang mengenai cerita di balik lagu ini.

Sebelum penjelasan lebih lanjut mengenai lagu tersebut, berikut ini saya tuliskan lirik lagunya:

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati

Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri

Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri.. Cintakulah yang sejati

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Kau selalu meminta tuk terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi.. Karna tak sanggup sendiri

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu.. Aku kan jadi juaranya

Lagu ini menggambarkan isi hati sang ibu (peran ‘aku’ disini adalah sang ibu) yang mempunyai anak laki-laki yang autis. Entah bagaimana ceritanya, ada seorang wanita yang datang dan menemani hari-hari anaknya yg autis tersebut. Hampir setiap hari, wanita ini menemaninya bermain dan mengajarinya banyak hal.

Sampai suatu hari, anak laki2nya yg lain, yang normal tentunya, pulang ke rumah itu, entah darimana, mungkin kuliah atau kerja di tempat yang jauh. Hingga akhirnya terjalin hubungan antara wanita itu dengan anaknya yang normal tersebut.

Karena hubungan itu, notabene si wanita tidak lagi punya waktu untuk menemani hari-hari sang anak lelakinya yang autis. Mungkin lelaki autis ini tidak pernah mengerti arti cinta, tak pernah tahu rasanya cinta, tapi yang jelas di akhir cerita dari video klip itu, sang lelaki autis ini merasa kehilangan sosok wanita yang biasa menemaninya, hingga akhirnya ia mampu menangis, marah, kesal, sedih, meraung-raung, memukuli dirinya sendiri, yang mungkin sebenernya dia tak pernah tahu kenapa bisa begitu… yang sebenarnya dia tak pernah sadar bahwa dia telah jatuh cinta…

Saat itu, sang ibu hanya bisa menangis meratapi kesedihan anaknya tersebut, perih..pedih..sedih… melihat anaknya yang merasa sendiri, kesepian ditinggalkan wanita itu. Dan siapa yang jadi ‘juaranya’ saat tak ada seorangpun lagi yang mau menemani sang anak autis??? Jelas, sang ibu… kasihnya boleh ‘diadu’, cintanya boleh ‘diuji’ oleh cinta manapun…

Lagu ini diangkat dari cerpen yg judulnya sama dengan judul lagunya yaitu "Malaikat Juga Tahu". Ceritanya tentang seorang ibu bernama Bunda. Sang Bunda memiliki dua orang anak. Anak yang pertama dipanggil dengan nama Abang, dia mengalami autisme dan jatuh cinta pada seorang gadis. Meskipun awalnya si gadis jadi "Pacar Impian" si abang, tapi, setelah si gadis kenal dengan si Adik yang normal (anak kedua Bunda), si gadis lebih memilih si Adik dan menikah dengannya. Si abang (yang Autis) pun menderita karena kehilangan si gadis. Pada akhirnya cinta dan kesabaran sang ibulah yang menjadi juaranya. Jadi, dalam lagu ini yang dimaksud “malaikat juga tahu siapa yang jadi 'juaranya'” adalah cinta sang Bunda tersebut. Maknanya dalam buangeet,,



Ketika Tangan dan Kaki Berkata - "chrisye"

Penuturan "Taufik Ismail"



Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, “Bang, saya punya sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas. Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?” Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.

Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, ” Chris, maaf ya, macet. Sori.” Saya akan kembalikan pita rekaman itu.

Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A’udzubillahi minasy syaithonirrojim. “Alyauma nakhtimu ‘alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun” saya berhenti. Maknanya, “Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.” Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!

Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke lirik-lirik lagu tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon,”Chris, alhamdulillah selesai”. Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut. Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.

Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, “Chrisye? Sebuah Memoar Musikal” 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye: Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis lagi. Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya. “Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65…” kata Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!

Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia, saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya. Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai. Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!

Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam selama menyanyi.

Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luar biasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.

Mengenai menangis menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu-sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.

Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya. Chrisye terkejut. “Kenapa Bang, kurang?” Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surat Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.

Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. “Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun ‘kan?” Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang, saya pun senang.

Pada subuh hari Jum’at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat. Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya. Amin.

Ketika Tangan dan Kaki Berkata

Lirik : Taufiq Ismail

Lagu : Chrisye

Akan datang hari mulut dikunci

Kata tak ada lagi

Akan tiba masa tak ada suara

Dari mulut kita

Berkata tangan kita

Tentang apa yang dilakukannya

Berkata kaki kita

Kemana saja dia melangkahnya

Tidak tahu kita bila harinya

Tanggung jawab tiba

Rabbana

Tangan kami

Kaki kami

Mulut kami

Mata hati kami

Luruskanlah

Kukuhkanlah

Di jalan cahaya…. sempurna

Mohon karunia

Kepada kami

HambaMu yang hina

—–